loading...

Peringatan dari Ruqyah Syirik dan Dukun Berkedok Tokoh Agama - Hallo sahabat Pahala Online, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Peringatan dari Ruqyah Syirik dan Dukun Berkedok Tokoh Agama, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Ibadah, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.



Judul : Peringatan dari Ruqyah Syirik dan Dukun Berkedok Tokoh Agama
link : Peringatan dari Ruqyah Syirik dan Dukun Berkedok Tokoh Agama

Baca juga


Peringatan dari Ruqyah Syirik dan Dukun Berkedok Tokoh Agama

Ruqyah yang mengandung syirik adalah permainan serta tipuan setan dan dukun, maka dukun dan orang yang memakai jasanya untuk meruqyah dihukumi telah melakukan syirik dan kekufuran kepada Allah ta’ala.

Dari Zainab, istri Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu, beliau berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرُّقَى، وَالتَّمَائِمَ، وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ قَالَتْ: قُلْتُ: لِمَ تَقُولُ هَذَا؟ وَاللَّهِ لَقَدْ كَانَتْ عَيْنِي تَقْذِفُ وَكُنْتُ أَخْتَلِفُ إِلَى فُلَانٍ الْيَهُودِيِّ يَرْقِينِي فَإِذَا رَقَانِي سَكَنَتْ، فَقَالَ عَبْدُ اللَّهِ: إِنَّمَا ذَاكَ عَمَلُ الشَّيْطَانِ كَانَ يَنْخُسُهَا بِيَدِهِ فَإِذَا رَقَاهَا كَفَّ عَنْهَا، إِنَّمَا كَانَ يَكْفِيكِ أَنْ تَقُولِي كَمَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

“Sesungguhnya ruqyah, jimat dan pelet adalah syirik.”

Zainab berkata: Mengapa engkau berkata demikian? Demi Allah, dahulu mataku sakit dan aku sering mendatangi seorang Yahudi yang meruqyahku, maka jika ia meruqyahku rasa sakit pun mereda. Abdullah berkata: Sesungguhnya itu hanyalah perbuatan dan tipuan setan; ia menusuk matamu dengan tangannya, maka jika Yahudi itu meruqyahmu, setan itu melepas matamu, sungguh cukup bagi mu membaca seperti yang pernah dibaca oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam:

أَذْهِبِ الْبَأْسَ رَبَّ النَّاسِ، اشْفِ أَنْتَ الشَّافِي، لَا شِفَاءَ إِلَّا شِفَاؤُكَ شِفَاءً لَا يُغَادِرُ سَقَمًا

“Adzhibil ba’sa Robban Naasi, Isyfi wa Antasy Syaafiy laa syifaa-a illa syifaauka syifaa-an laa yughaadiru saqoman”

Hilangkanlah penyakit ini wahai Rabb manusia sembuhkanlah, dan Engkau adalah Penyembuh, tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan-Mu, kesembuhan yang tidak menyisakan penyakit.” [HR. Ahmad, Abu Daud, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban, Ash-Shahihah: 331]

Hadits di atas menunjukkan bahwa ruqyah yang mengandung keharaman maka haram, jika megandung syirik maka hukumnya syirik. Adapun jika tidak mengandung keharaman dan kesyirikan maka dibolehkan.

Sahabat yang Mulia ‘Auf bin Malik radhiyallahu’anhu berkata,

كُنَّا نَرْقِى فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ

“Kami meruqyah di masa Jahiliyah, maka kami pun bertanya: Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu tentang itu? Beliau bersabda: Tunjukkanlah kepadaku ruqyah kalian, tidak apa-apa melakukan ruqyah selama tidak mengandung syirik.” [HR. Muslim]

Al-Hafizh Ibnu Hajar radhimahullah berkata,

وقد تمسك قوم بهذا العموم فأجازوا كل رقية جربت منفعتها ولو لم يعقل معناها لكن دل حديث عوف أنه مهما كان من الرقي يؤدي إلى الشرك يمنع وما لا يعقل معناه لا يؤمن أن يؤدي إلى الشرك فيمتنع احتياطا

“Sebagian orang berpegang dengan keumuman ini sehingga mereka membolehkan semua bentuk ruqyah yang telah terbukti bermanfaat walau tidak dipahami makna bacaannya, akan tetapi hadits ‘Auf bin Malik Al-Asyja’i menunjukkan bahwa apabila ruqyah itu mengantarkan kepada syirik maka dilarang, dan ruqyah yang tidak dipahami bacaannya tidaklah aman dari mengantarkan kepada syirik, maka itu juga terlarang demi berhati-hati.” [Fathul Baari, 10/195]

Waspada Tipu Muslihat Dukun Berkedok Tokoh Agama (Kiai, Ustadz dan Da’i) yang Menyisipkan Mantra Syirik dan Bid’ah dalam Ruqyah

Ibnut Tin rahimahullah berkata,

الرُّقَى بِالْمُعَوِّذَاتِ وَغَيْرِهَا مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ هُوَ الطِّبُّ الرُّوحَانِيُّ إِذَا كَانَ عَلَى لِسَانِ الْأَبْرَارِ مِنَ الْخَلْقِ حَصَلَ الشِّفَاءُ بِإِذْنِ اللَّهِ تَعَالَى فَلَمَّا عَزَّ هَذَا النَّوْعُ فَزِعَ النَّاسُ إِلَى الطِّبِّ الْجُسْمَانِيِّ وَتِلْكَ الرُّقَى الْمَنْهِيُّ عَنْهَا الَّتِي يَسْتَعْمِلُهَا الْمُعَزِّمُ وَغَيْرُهُ مِمَّنْ يَدَّعِي تَسْخِيرَ الْجِنِّ لَهُ فَيَأْتِي بِأُمُورٍ مُشْتَبِهَةٍ مُرَكَّبَةٍ مِنْ حَقٍّ وَبَاطِلٍ يَجْمَعُ إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَأَسْمَائِهِ مَا يَشُوبُهُ مِنْ ذِكْرِ الشَّيَاطِينِ وَالِاسْتِعَانَةِ بِهِمْ وَالتَّعَوُّذُ بِمَرَدَتِهِمْ

“Ruqyah dengan membaca al-mu’awwidzaat (bacaan-bacaan untuk meminta perlindungan kepada Allah) dan dengan selainnya dari nama-nama Allah adalah pengobatan ruhani, apabila diucapkan oleh orang-orang baik dari kalangan makhluk, akan menghasilkan kesembuhan dengan izin Allah ta’ala. Tatkala jenis ruqyah ini ditinggalkan, manusia berpaling kepada pengobatan jasmani dan ruqyah yang terlarang, yaitu yang dipergunakan oleh dukun dan selainnya yang mengaku-ngaku dapat mengendalikan jin untuk membantunya, maka ia pun mendatangkan perkara yang samar, yang mengandung kebenaran dan kebatilan, yaitu menyatukan kalimat dzikir kepada Allah dan nama-namaNya dengan kalimat sisipan berupa panggilan kepada setan-setan, memohon pertolongan kepada mereka dan meminta perlindungan kepada pembesar-pembesar setan.” [Fathul Baari, 10/196]

Syarat-syarat Ruqyah

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata,

وَقَدْ أَجْمَعَ الْعُلَمَاءُ عَلَى جَوَازِ الرُّقَى عِنْدَ اجْتِمَاعِ ثَلَاثَةِ شُرُوطٍ أَنْ يَكُونَ بِكَلَامِ اللَّهِ تَعَالَى أَوْ بِأَسْمَائِهِ وَصِفَاتِهِ وَبِاللِّسَانِ الْعَرَبِيِّ أَوْ بِمَا يُعْرَفُ مَعْنَاهُ مِنْ غَيْرِهِ وَأَنْ يُعْتَقَدَ أَنَّ الرُّقْيَةَ لَا تُؤَثِّرُ بِذَاتِهَا بَلْ بِذَاتِ اللَّهِ تَعَالَى

“Ulama sepakat atas bolehnya ruqyah apabila terpenuhi padanya tiga syarat:

1) Dengan membaca ucapan Allah ta’ala (Al-Qur’an) atau dengan nama-namaNya dan sifat-sifatNya

2) Dengan bahasa Arab atau bahasa yang dipahami maknanya dari selain bahasa Arab

3) Meyakini bahwa ruqyah tersebut tidak berpengaruh dengan sendirinya, tapi dengan Allah ta’ala.” [Fathul Baari, 10/195]

Ruqyah Bisa untuk Seluruh Penyakit

فَيُسْتَحَبُّ أَنْ يُقْرَأَ بِهَا عَلَى اللَّدِيغِ وَالْمَرِيضِ وَسَائِرِ أَصْحَابِ الْأَسْقَامِ وَالْعَاهَاتِ

“Disunnahkan untuk membacakan ruqyah dengan surat Al-Fatihah untuk orang yang disengat binatang berbisa, orang sakit dan semua orang yang menderita penyakit dan lemah fisik maupun mental.” [Syarhu Muslim lin Nawawi, 14/148]

Namun ruqyah yang lebih bermanfaat adalah untuk mengobati penyakit ‘ain dan sengatan binatang berbisa. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

لَا رُقْيَةَ إِلا مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ

“Tidak ada ruqyah (yang lebih bermanfaat) kecuali untuk mengobati penyakit ‘ain dan sengatan binatang berbisa.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallahu’anhu]

Abu Sulaiman Al-Khattabi rahimahullah berkata,

ومعنى الحديث: لا رقية أشفى وأولى من رقية العين والحمة، وقد رقى النبي صلي الله عليه وسلم ورقي

“Makna hadits: Tidak ada ruqyah yang lebih menyembuhkan dan lebih utama dari ruqyah untuk mengobati penyakit ‘ain dan sengatan binatang berbisa, dan sungguh Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah meruqyah dan diruqyah.” [Fathul Majid, hal. 63]

Demikian pula ruqyah sangat bermanfaat untuk mengobati penyakit-penyakit yang umumnya tidak dapat disembuhkan dalam dunia kedokteran, seperti gangguan jin dan terserang sihir.

Akan tetapi harus diyakini bahwa ruqyah hanyalah sebab kesembuhan, dan yang menyembuhkan hanya Allah ta’ala semata, maka hendaklah kita hanya berharap, bersandar dan memohon pertolongan kepada-Nya. Allah ta’ala berfirman tentang ucapan Nabiyullah Ibrahim ‘alaihissalaam,

وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ

“Dan apabila aku sakit, Dia-lah Yang menyembuhkan aku.” [Asy-Syu’aro: 80]

Ringkasan Pembahasan Ruqyah

1) Disunnahkan meruqyah diri sendiri dan anjuran untuk meruqyah orang lain yang sakit serta memberi manfaat kepadanya sesuai kemampuan.

2) Meminta ruqyah (yang tidak mengandung syirik dan bid’ah) untuk diri sendiri hukumnya makruh karena hal itu menunjukkan kurangnya tawakkal seseorang kepada Allah ta’ala, sehingga menyebabkannya tidak termasuk 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab, tetapi hendaklah ia meruqyah diri sendiri.

3) Apabila orang lain meruqyahnya tanpa diminta maka tidak apa-apa.

4) Meminta ruqyah (yang mengandung syirik dan bid’ah) hukumnya haram bahkan termasuk kesyirikan jika ruqyahnya mengandung syirik.

5) Boleh memintakan ruqyah yang tidak mengandung syirik dan bid’ah untuk orang lain, bukan untuk diri sendiri.

6) Ruqyah termasuk amal shalih, tidak boleh mengada-ada (berbuat bid’ah) dalam melakukannya.

7) Bacaan ruqyah hendaklah dari Al-Qur’an dan As-Sunnah.

8) Boleh mengusap dan meletakkan tangan di tempat yang sakit, lebih afdhal tangan kanan, dan juga dibolehkan meniup ketika meruqyah.

9) Ruqyah hendaklah mengandung permohonan kepada Allah ta’ala dan bebas dari semua bentuk syirik. Memohon kepada selain-Nya dalam meruqyah termasuk syirik besar yang menyebabkan pelakunya murtad, keluar dari Islam, demikian pula mempersembahkan hewan qurban kepada selain Allah ta’ala dan mensyaratkannya kepada orang yang sakit untuk mencari hewan-hewan dengan jenis tertentu termasuk kategori syirik kepada Allah ta’ala.

10) Ruqyah tidak boleh mengandung hal-hal yang bisa mengantarkan kepada syirik seperti menggunakan mantra-mantra yang tidak dipahami maknanya.



Demikianlah Artikel

Sekianlah artikel kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.