PEMIMPIN
Suatu ketika Abu Dzar mendatangi Rasulullah saw, dan meminta agar diberikan suatu jabatan kepadanya. Atas permintaan Abu Dzar tersebut, Rasulullah tersenyum dan menepuk-nepuk pundaknya dan kemudian bersabbda,” wahai Abu Dzar, sesungguhnya engkau seorang yang lemah dan jabatan itu adalah suatu amanah, dan sesungguhnya ia adalah kehinaan dan penyesalan di hari kiamat kecuali yang menjalankannya dengan baik dan melaksanakan tanggung jawabnya (HR. Muslim).
Di masa Khulafaur Rasyidin, banyak sahabat yang menghindar dari jabatan pollitik seperti khalifah, gubernur maupun qadhi (hakim) karena mereka selalu teringat dengan pesan Nabi saw mengenai beratnya beban dan tanggung jawab seorang pemimpin, baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Lalu bagaimana dengan sekarang ? Jabatan menjadi barang rebutan seperti anak kecil yang bertengkar memperebutkan mainan. Demi memperoleh jabatan rela berbohong dengan mengumbar janji-janji palsu padahal dia tahu janji-janji tersebut tidak akan bisa direalisasikannya. Demi menarik perhatian publik supaya disukai dan akhirnya dipilih dia membuat-buat dirinya terlihatsantun, teduh, sederhana dan merakyat. Demi memperoleh jabatan rela menghamburkan dana yang tidak sedikit karena menganggap jabatan adalah nikmat. nikmat disanjung, nikmat dihormati dan nikmat-nikmat lainnya yang dia pandang akan diperoleh ketika dia menjabat.
Lalu apakah tidak boleh meminta jabatan ?
Boleh, itu tidak masalah, yang bermasalah adalah anda tidak memiliki kapasitas ilmu, namun memaksakan diri untuk meminta jabatan, atau menginginkan jabatan dengan motif semata-mata untuk memperkaya diri sendiri. Nabi Yusuf pada masanya juga pernah meminta jabatan sebagai bendahara atau Menteri keuangan. Bahkan salah seorang sahabat yang bernama Ustman bin Abu Al Ash juga pernah meminta jabatan kepada kepada Rasulullah untuk menjadi pemimpin bagi kaumnya dan disetujui oleh Nabi saw dengan bersabda,” engkau adalah pemimpin bagi mereka, perhatikanlah orang lemah diantara mereka, dan angkatlah seorang muadzin dan jangan upah dia karena adzannya (HR. Abu Daud).
Jadi semua berpulang kepada niatnya masing-masing. Negara juga dalam keadaan bahaya apabila orang-orang yang jujur dan memiliki kemampuan manajerial yang baik menghindar dari jabatan publik atau politik sementara jabatan itu akhirnya dipegang oleh orang-orang yang buruk akhlaknya yang kerjaannya hanya menggendutkan perutnya?
KETIKA MENJADI PEMIMPIN APA YANG HARUS DILAKUKAN ?
Pertama, seorang pemimpin harus banyak membaca, melihat dan mempelajari pengalaman-pengalaman yang terjadi untuk memperluas wawasannya. Ia harus sering bermusyawarah dengan para cendekiawan dan orang-orang yang berpengalaman ketika akan mengambil kebijakan (QS. Al Imran ayat 159, dan QS. Al-Syura ayat 38).
Dengan musyawarah dia bisa mendengarkan banyak pendapat dan masukan, menerima perbedaan pendapat, dan akhirnya mengambil pendapat yang terbaik (QS. Az Zumar ayat 18) sehingga kebijakan yang diambilnya adalah kebijakan yang tepat.
Kedua, Dia siap untuk dikritik dan diingatkan. Ketika khalifah Abu Bakar dilantik, beliau berpesan,” saya hanya menjadi pemimpin kalian, tetapi bukan orang yang terbaik dari kalian. Begitu pula Umar Bin Khattab ketika dilantik menjadi khalifah dia berpidato, “ taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah, dan jangan mentaati aku selama aku mendurhakai Allah. Atau seperti pidato Umar Bin Abdul Asiz ketika dilantik, “saya sama saja dengan kalian, hanya saja Allah memberiku tanggung jawab lebih berat dibanding kalian.
Jadi ketika seorang pemimpim siap untuk dikritik dan diingatkan pada dasarnya dia membuka pintu komunikasi dengan yang dipimpinnya. Komunikasi yang paling mudah adalah di Masjid karena setiap hari rakyat berkumpul untuk shalat lima kali sehari, setiap minggu berkumpul untuk shalat jumat. Masjid adalah sarana yang paling mudah untuk berkomunikasi dan memahami permasalahan rakyat serta bertemu dengan Ulama.
Ketiga seorang pemimpin harus dapat menciptakan kemaslahatan berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, kebenaran serta kebaikan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. seorang pemimpin yang cerdas, berwawasan luas serta moralitas sebagai panduannya akan tahu apa yang harus dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut.
Wallahu’alam bisshowab
Oleh : Muhammad Ahsan Thamrin.